PENYAKIT BANGSA MUTAKHIR (Khotbah Idul Fitri 1442 H)
Oleh: Nurdin Qusyaeri (Kaprodi Komunikasi Penyiaran Islam STAIPI Bandung/Pengurus Yayasan Mutiara Embun Pagi)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Marilah kita mulai pagi yang cerah ini dengan memuji dan bersyukur keharibaan Allah SWT. Atas ridho dan nikmatnya, tahun ini kita masih bisa menikmati kehadiran Ramadan.
Sebagai ungkapan rasa syukur, dengan kerendahan hati kita kumandangkan takbir, tahmid dan tahlil, baik sendiri-sendiri maupun berkelompok, mengagungkan asma Allah, sekaligus melaksanakan perintah-Nya. Ramadan telah kita tinggalkan. Idul Fitri telah menghampiri. Hari Raya telah menyapa. Puasa berganti dengan berbuka. Yang tersisa sejatinya tinggallah takwa. Bukan kembali berlumur dosa. Begitulah seharusnya kita setelah puasa.
Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa lillahilhamdu!
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Sekarang, perlahan-lahan, sedikit demi sedikit marilah kita kosongkan pikiran kita sejenak. Pejamkan matanya beberapa detik. Bayangkan. Ingat-ingat, Siapa kira-kira orang yang paling berjasa dalam hidup anda! Lihat ke kiri dan ke kanan. Periksa orangorang terdekat yang anda cintai: Ibu, ayah, kakak-adik, istri, suami, sahabat, kekasih, tetangga dan handai taulan. Mungkin ada diantara mereka yang tidak bisa berkumpul lebaran bersama? Mungkin ada diantara mereka yang tidak ikut mempersiapkan lebaran bersama kita. Mereka tidak ikut menggemakan takbir, tahmid dan tahlil bersama kita. Mereka tidak ikut ke lapang bersama kita. Karena mereka telah mendahului kita. Setahun, beberapa bulan, beberapa minggu, bahkan beberapa hari yang lalu. Mereka lebih dulu “mudik” ke kampung halaman abadi, yaitu kampung akhirat. Padahal tahun lalu mereka masih senda gurau dengan kita. Mereka masih kumpul, menyiapkan Idul Fitri dan saling bersalaman sambil berpelukan.
Ya Allah hari ini kami yang mengenang mereka, tahun depan siapa tahu kamilah yang dikenang dan diingat. Semoga Engkau ya Allah berkenan memasukan rasa kebahagiaannya di alam kubur serta berkenan mengampuni atas khilaf serta salahnya ketika di dunia. Aamiin. Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa lillahilhamdu!
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Idul Fitri tahun ini sama-sama kita rayakan saat warga dunia ini masih dirundung oleh ragam ujian. Salah satu ragam ujian itu adalah pandemi Covid 19 yang sudah berlangsung selama 1 tahun lebih. Efek pandemi ini telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang membingungkan (dalam pikiran rakyat biasa). Untuk menyambung rasa, silaturrahim dengan sanak family di kampung halaman yang telah dipersiapkan selama 1 tahun ternyata mendapat larangan dari pemangku kebijakan.
Sementara tempat bergumulnya manusia (Mall, Pasar dll) malah terbuka bebas. Bahkan gelombang Tenaga Kerja Asing bebas masuk ke Indonesia. Elit politik masih terus disibukkan oleh persaingan dan perselisihan. Tampak nyata hasrat dan nafsu untuk saling berebut jabatan mempertahankan kekuasaan. Ego pribadi. Kehendak golongan. Kepentingan partai. Tak jarang mendominasi. Saling sikut berebut kursi. Bahkan berebut jabatan ketua umum partai-pun terjadi. Masing-masing siap mengorbankan apa saja. Bahkan siap mengorbankan siapa saja, tak peduli rakyat kecil. Demi jabatan dan kekuasaan. Padahal jabatan dan kekuasaan sesungguhnya hanyalah amanah yang bisa berujung penyesalan di Hari Pembalasan.
Demikian sebagaimana sabda Nabi saw.:
“Sungguh kalian benar-benar berhasrat terhadap kekuasaan, sementara kekuasaan itu (jika tidak dijalankan dengan amanah) akan berujung penyesalan (bagi pemangkunya) pada Hari Kiamat” (HR al-Bukhari). Pada saat yang sama, nasib warga muslim Palestina juga sedang dirundung lara duka karena kebiadaban Zionis Israel yang menyerang warga yang berada di Masjidil Aqsha. Hampir 300 muslim jadi korban. Kita doakan semoga Allah SWT memberi
kekuatan kepada muslim untuk bangkit melawan kekejaman Zionis Israel.
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Allah telah menjadikan Ramadhan sebagai bulan pelatihan/training bagi kaum muslimin untuk memelihara keseimbangan antara jasmani dan ruhani/Spiritual, antara dunia dan akhirat. Dengan sikap yang jujur dan ikhlas kita akui bahwa kita sering kehilangan keseimbangan, hingga terasa hidup ini berat sebelah, yang dapat mengakibatkan kehancuran lahir bathin atau kesengsaraan yang tidak putus2 di akhirat kelak. Di bidang pengetahuan, kita terlalu memusatkan perhatian kepada mencerdaskan otak dan akal pikiran. Kita asah otak kita, sehingga menjadi tajam; kita kumpulkan macam-macam corak dan cabang ilmu pengetahuan, sehingga kita menjadi ilmuwan dan kita latih diri kita, sehingga kita menjadi terampil dan cekatan, tetapi kita lupa memberikan perhatian kepada ruhani kita, kita biarkan ia hampa kosong tidak berisi. Padahal ruhani itulah yang merupakan ukuran untuk menentukan apakah kita insan atau tidaknya.
Seorang ahli hikmat mengatakan: “perhatikan rohanimu dan cukupkan segala kebutuhanya! Engkau Dinamakan insan, bukan karena jasadmu! Tetapi karena rohanimu!” Dr. Benyamin E Mays, Rektor Morehouse College, Georgia di hadapan kumpulan puluhuan Rektor Universitas di Amerika mengatakan: “Kita memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Namun kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Kemanusiaan kita sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual…”
Kita butuh something spiritual. Karena jika dilepaskan dari dimensi ruhaniahnya, itu hanya menjadi kemanusiaan yang berpenyakit. Semakin banyak orang yang pandai/pinter, semakin sulit dicari orang yang jujur. Harus diakui, saat ini Kejujuran sudah menjadi barang langka!
Orang yang hanya mengedepankan otak/nalar jika jadi pejabat, maka akan melihat kumpulan rakyat kecil sebagai angka2 yang dapat dikalikan dengan satuan biaya yang menghasilkan proyek milyaran rupiah. Tetapi ia tidak mampu memandang butir2 air mata kepedihan di balik mata2 cekung rakyat kecil. Seorang sarjana akan mampu melihat keteraturan di alam semesta, tetapi tidak mampu menyimak sang pencipta dibalik semua keteraturan itu. Seorang dokter segera dapat melihat gejala-gejala penyakit pasiennya, tetapi tidak mampu melihat sentuhan kemanusiaan di dalamnya; sehingga ia hanya memandang pasien sebagai sebongkah tubuh yang dapat dikalikan dengan jutaan sebagai biaya pemeriksaan.
Seorang ahli hukum cepat mengetahui pasal mana yang dapat dipakai untuk memenangkan perkaranya, tetapi buta dengan isyarat2 keadilan; sehingga klainnya berubah menjadi sapi perahan. “…. mereka mempunyai hati tetapi tidak mereka pergunakan untuk memahami; mereka punya mata tetapi tidak mereka pergunakan untuk melihat; mereka punya telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar; mereka seperti binatang, malah lebih sesat lagi; mereka adalah orang2 yang lalai”. (Al-araf 179)
Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa lillahilhamdu!
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Banyak manfaat dan keuntungan yang kita nikmati dari hasil olah otak dan
kemajuan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi, akan tetapi jika persiapan ruhaniah belum kuat, maka terjadilah pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat kita, yaitu dari nilai spiritualisme kepada materialisme begitupun nilai ideologi akan terkikis oleh nilai pragmatisme. Contoh konkrit: Dengan adanya teknologi handphone, memang banyak membantu untuk efektifitas hubungan bisnis, kerja, silaturrahim, dll. Namun jika menimpa kepada orang yang nilai ruhaninya kosong, pendiriannya labil, konsep diri dan jati dirinya rapuh, maka tidak sedikit malahan menyebabkan percekcokan bahkan penceraian bagi yang sudah rumah tangga. Tidak sedikit malahan menyebabkan perselingkuhan dan perpecahan.
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Pada akhir tahun 1984 Lemhannas mengadakan seminar, memperbincangkan hal ihwal sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam era pembangunan. Hasil
seminar menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, bangsa Indonesia menampakan kecenderungannya mengagungkan harta. Artinya masyarakat sudah menjadi hamba harta/dunya atau menjadi budak dunia. Mereka menilai seseorang dengan ukuran kekayaan. Mereka telah menjadikan harta sebagai tujuan sehingga tak sedikit yang menghalalkan segala cara.
Kedua, bangsa Indonesia cenderung melakukan manipulasi. Melakukan manipulasi adalah berbuat curang (mark up anggaran pembangunan), tidak jujur, menyalahgunakan wewenang kekuasaan, mengkhianati amanat, sehingga terjadilah perampokan uang negara, dana Bansos, dana pembangunan, oleh para petinggi negara. Ketiga, bangsa Indonesia cenderung kepada fragmentasi. Fragmentasi dimaksud adalah manusia tidak lagi dihormati sebagai “satu pribadi yang utuh”, tetapi dia dihormati, dihargai, disapa karena, pangkat, jabatan, kedudukan sosial, kekayaan dsb. Dia dihormati karena status sosialnya. Sementara kepada buruh, kuli bangunan, abang becak, cacah kulicahan, rendah secara ekonomi, dibawah secara pendidikan, wong cilik, dll jangankan menyantuni, menyayangi, dan menghargai, menyapapun dia malu. Itulah Fragmentasi; Perbuatan yang tidak mencerminkan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab!
Keempat, bangsa Indonesia cenderung kepada individualisasi. Rakyat/bangsa Indonesia sekarang sudah cenderung kepada individualisasi, yakni meletakakan kepentingan diri sendiri diatas segala-galanya. Biar orang lain rugi, asal diri sendiri untung. Biar orang lain menangis, merintih sedih yang penting diri sendiri bahagia. Biar orang lain merintih menahan rasa lapar yang penting diri sendiri bisa kenyang bahkan kamerkaan. Biar negara murat marit banyak utang asal diri sendiri dapat menumpuk harta sebanyak mungkin, kalau perlu bisa dinikmati sampai tujuh turunan untuk diri, keluarga, kelompoknya dan partainya supaya bisa memenangkan pemilu. Sudah jelas perbuatan ini sangat bertentangan dengan perintah Allah yang memerintahkan untuk saling membantu dan menolong orang lain. Serta bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa lillahilhamdu!
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Dalam kacamata Islam orang yang terserang disebut diatas itu sudah terjangkit oleh sebuah penyakit yangat berbahaya. Bahkan lebih bahaya dari Corona. Apa penyakit itu? Kata Baginda Nabiyallah Muhammad Saw ialah penyakit “Wahn”. Apa WAHN itu, Cinta Dunia & Takut terhadap Mati. Inilah penyakit manusia Mutakhir! Penyakit yang menjadi pangkal kelemahan, kekalahan dan kemunduran. Mari kita perhatikan ayat di bawah ini:
“Dengan harta yang telah Allah berikan kepadamu, carilah kebahagiaan abadi di kampung akhirat. Jangan lupakan bagian kamu di dunia. Berbuat baiklah kepadaorang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak suka pada orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qaşāş 77).
Cinta dunia tidak terkait langsung dengan mencari, memiliki, dan menggunakannya, tetapi Cinta Dunia terkait dengan cara menyimpannya. Mencari, memiliki, dan menggunakan dunia tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Asalkan dunia yang dicari dan dimiliki tidak dipakai untuk merusak, tapi memperbaiki dan membawa manfaat dan mashlahat. Cinta dunia lebih terkait dengan cara menyimpannya.
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia!
Ada tiga cara menyimpan dunia, yaitu di tangan, di bawah kaki, dan di dalam hati. Menyimpan dunia di tangan dan di bawah kaki tidak berbahaya karena tidak akan melahirkan cinta dunia. Namun, menyimpannya di dalam hati sangat berbahaya karena termasuk cinta dunia. Menyimpan dunia di tangan menganggap bahwa dunia yang berada digenggamannya bukan miliknya, tapi hanya titipan Allah SWT. Menyimpan dunia di bawah kakinya tidak dianggap dunia lebih mulia dari dirinya, sehingga diinjaknya. Ada dan tidak adanya dunia di tangan tidak memengaruhi kehidupannya. Dunia tidak dibiarkan mengatur dirinya, tapi ia yang mengaturnya. Adapun yang menyimpan dunia di Dalam Hati dia meyakini bahwa dunia yang ada semua milik DIA, bukan TITIPAN Allah SWT. Akibatnya, dunia sangat memengaruhi kehidupannya. Kebahagiaan dan kesedihannya sangat ditentukan oleh ada dan tidak adanya dunia. Dunia yang hilang, tapi hatilah yang sakit. Inilah hakikat cinta dunia. Maka kata Khalifah Umar bin Khattab: “Ya, Allah jadikanlah dunia dalam genggaman kami, jangan jadikan dunia di dalam hati-hati kami”.
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Jika bapak/ibu mempunyai harta berkecukupan, maka hendaklah ubah visi cinta dunia dengan visi akhirat. Gantikan kecintaan dunia dengan kecintaan akhirat. Cari dunia sebanyak-banyaknya, kemudian bagikan dunia ini untuk mensejahterakan orang-orang di sekitar bapak/Ibu; mengenyangkan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, menghibur orang yang kesusahan, mengobati orang yang sakit, membayarkan utang orang yang berutang, mengangkat derajat orang yang dihinakan, “melepaskan orang dari
beban kehidupan yang menghimpitnya dan membebaskan orang dari belenggu-belenggu
yang memasung kebebasannya”.
Allahu Akbar, Allahu Akbar! Walillahil Hamd Para ‘Aidin dan ‘Aidat, Faizin dan Faizat: Mari kita renungkan firman Allah dalam surat Fathir ayat 45: “Sekiranya Allah menurunkan siksa kepada manusia karena (dosa-dosa) yang mereka lakukan, maka di atas punggung bumi ini tidak akan tinggal satu pun makhluk bergerak yang bernyawa ini hidup. Tetapi Allah tangguhkan (hukuman)nya sampai waktu yang ditentukan. Apabila sudah datang waktunya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hambanya.” (Fathir 35:45).
Hadirin kaum muslimin yang berbahagia! Saya ingin mengajak bapak/ibu introspeksi/muhasabah semuanya. Boleh jadi Wahn ini atau “Penyakit Bangsa Mutakhir” ini; yaitu perilaku menumpuk/mengagungkan harta, menuhankan hp, uang, mobil, jabatan, dan kekuasaan ADA DALAM DIRI KITA. Boleh jadi perilaku licik, curang, budi ketus, bersikap tidak jujur, munafik, kasar, (manipulasi) ADA DALAM DIRI KITA. Sikap dan perilaku tidak Menghargai (fragmentasi), dan individualis itu ADA DALAM DIRI KITA. Untuk itu mari kita hitung dosa-dosa yang kita lakukan. Iblis Pernah berkawan dengan salah seorang Muslim. Pada suatu hari si Muslim itu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga ia meninggalkan shalat. Iblis menegur dia: “Aku takut berkawan denganmu. Dahulu aku diusir Tuhan karena tidak mematuhi perintahNya satu kali saja. Aku disuruh sujud kepada Adam dan aku membangkang. Sekarang ini dalam satu hari kamu membangkang perintah Tuhan sampai lima kali.”, kata Iblis. Sekarang mari kita ingat berapa banyak shalat yang kita tinggalkan dengan sengaja atau melalaikannya. Sekiranya tidak ada ampunan Allah, kita mungkin tidak lagi menghirup udara. Tuhan melarang kita berbuat zalim kepada sesama makhluk Tuhan.
Sekarang kenanglah apa yang sehari-hari kita lakukan. Setiap saat kita melihat orang lain, terkadang kita berpikir bagaimana kita mengambil keuntungan dari mereka. Kita menjadi serigala satu sama lain. Kita saling menyerang, kita saling mendengki, kita saling menyakiti, kita saling menghina, kita saling menghancurkan, kita saling membinasakan. Semua kita lakukan agar kita bisa mengungguli orang lain; agar kita bisa memuaskan hawa nafsu kita yang rendah; agar kita bisa berpesta di atas penderitaan orang lain. Dengan sabar Tuhan tangguhkan azabnya kepada kita. Dengan penuh kasih Dia menunggu kita kembali tobat kepada-Nya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa Lillahil Hamd. Para ‘Aidin dan ‘Aidat, Faizin dan Faizat: Pamungkas, mari kita renungkan; cobaan penyakit WAHN kadang datang dalam kehidupan keseharian sepertinya sepele. Seperti cekcok /ribut dengan pasangan, cekcok dengan anak, cekcok dengan orang tua, cekcok dgn tetangga, cekcok dgn teman kerja dsb. Kadang ribut, pasea marebutkeun yang bukan haknya. Itulah cobaan yang sering kita hadapi. Untuk itu, hari ini marilah kita kenang orang-orang yang telah kita sakiti dengan lidah dan tangan kita. Kita kenang orang tua kita: Mungkin kita pernah membentak bapak, ibu, nenek kita atau menyampaikan kata-kata yang menusuk jantungnya padahal mereka adalah mahluk yang paling menyayangi dan banyak mengurus kita. Atau coba tanya hati kita: Pernahkah kita membuat air mata mereka berderai, setelah ayah dan ibu kita mandi keringat dan berlumuran darah untuk membesarkan kita? Atau malah kita sering membuat hati mereka menjerit nangis karena sikap prilaku dan budi kita. Mungkin karena kesibukan kita mencari dunia, hari ini datanglah kepada mereka dan minta maaflah. Akui Bersimpuhlah di kaki mereka.
Dengan segala ketulusan hati, mohonlah maaf kepada mereka. Kata sebuah Hadits, Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya sudah renta tapi (kondisi) keduanya tidak menyebabkan Anda masuk surga. Jika mereka telah tiada, menjeritlah dengan mengatakan “robbigh firli wali walidaya warhamhuma kama rabbayani shogiraa”.
Bapak-bapak: Hari ini marilah kita kenang orang2 yang telah kita sakiti dengan lidah dan tangan kita. Tengoklah orang yang paling dekat dengan kita: yaitu istri kita. Pernahkah bapak memaki-maki istri, padahal dia telah diamanatkan Allah kepada kita untuk kita bahagiakan hatinya? Pernahkah kita melepaskan tangan dan memukulnya tanpa belas kasihan? Pernahkah kita mengiris-iris hatinya dengan sikap dan perbuatan, sehingga dia menderita menangis di malam2nya? Pernahkah kita merendahkanya istri dengan memuji-muji istri yang lain dihadapanya?
Padahal kata Nabi: “Laki-laki yang paling baik adalah yang terbaik kepada istrinya”. Untuk itu Datanglah. Buang kepongahanmu dan egoismu. Ulurkan tanganmu, mohonlah maaf kepadanya. Bertekadlah mulai saat ini akan memperbaiki sikap dan perilaku jelek dan akan membahagiakanya.Ibu-ibu, kenanglah suamimu. Dalam keseharian ibu. Pernahkah ibu menampakan kekecewaan dengan perkataan lidah yang membuat suami sakit? Pernahkah ibu membebani suami diluar kemampuannya? Pernahkah ibu melukai hatinya dengan menyepelekan penghasilannya padahal dia telah bekerja keras, banting tulang peras keringat untuk membahagiakan ibu dan keluarga? Pernahkah ibu menggerutu tidak mensyukuri pemberian suami lantaran tidak sesuai harapan? Padahal kata Nabi: Istri terbaik adalah yang pandai menjaga kata2 dan pandai menjaga kehormatan sang suami”. Untuk itu datanglah. Buang kepongahanmu dan egoismu. Ulurkan tanganmu, mohonlah maaf kepadanya. Bertekadlah mulai saat ini akan memperbaiki sikap dan perilaku jelek.
Bapak Ibu para orang tua: Kenanglah anakmu. Pernahkah ibu bapak menghardik serta menyiksa bahkan sampai mengusir anak ibu dengan dalih mendidik? Sudahkah bapak/ibu menempelkan ajaran Islam? Sudahkah punya perhatian yang full? Atau malah sering membiarkanya dengan membiarkan dididik pembantu, dgn alasan sibuk cari uang di kantor. Padahal anak merupakan amanah utk kita urus sesuai ajaran agama kita. Datanglah, rangkullah anak bapak/ibu, mintalah maaf atas keteledoran selama ini. Berilah perhatian yang cukup supaya anak kita tidak mencelakakan, menjerumuskan dan mempermalukan kita. Katakan kepadanya, “ Nak, Maafkan bapak dan Ibumu, tolong jangan sampai kau mendakwa nanti di hari kiamat karena bapak lalai mendidikmu.
Mari dari sekarang kita belajar ilmu agama Islam supaya kita selamat. Bapak Ibu sekalian: Kenanglah tetangga dan fakir miskin sekitar kita. Ditengah kesengsaraanya, pernahkah kita biarkan mereka lapar, padahal di ruma kita banyak makanan. Pernahkan kita terhina dan menghardik anak yatim piatu saat mereka datang berbaju compangcamping. Mumpung Allah ngasih sisa usia mari kita minta maaf dan perbaiki sikap dan perilaku kita. Allahu Akbar, Allahu Akbar! Wa Lillahil Hamd. “Aidin wal “Aidat! Mari kita menundukan pandangan dan hati kita untuk memohon kepada Allah Swt. Ya Robbi, kami akui diri kami makhluk tak berdaya, makhluk yang hina, dibalik pakaian ini tersimpan hati yang busuk, rencana jahat, tubuh yang penuh dosa, Kami sadar ya Allah, sebusuk apapun diri kami, di hari yang suci ini, di hari yang fitri ini tetap ingin dekat denganmu, ingin merasakan senangnya hidup dicintai oleh-Mu ya
Rob. Sehingga, sekotor apapun diri ini aku ingin tetap bisa pulang kepadamu dengan hati nan bersih. Duhai Allah yang maha pengampun, Jika ada yg hadir di majlis Ied ini membawa kegelisahan, jangan biarkan meninggalkan tempat ini kecuali kau telah tenangkan, Ya Allah. Jika yang hadir dimajlis ini ada yang membawa kesulitan hidup, jangan Engkau biarkan meninggalkan tempat ini kecuali kau mudahkan segala kesulitanya, pun demikian bagi yang kau titipkan penyakit pada mereka ya Allah, kepada kerabatnya, keluarganya, jangan biarkan meninggalkan tempat ini kecuali kau angkat dan sembuhkan segala penyakitnya, Kami mohon, perbaiki jalan hidup kami agar di sisa kehidupan kami bisa lebih dekat denganmu ya Rabb.
Ya Allah jaga diri kami bersihkan kotoran-kotoran dan segala bentuk kemaksiyatan dari hati kami. Lembutkan hati orang beriman, hati orang bertaqwa, bahkan orang bermaksiyat kepadaMu ya Allah, yang boleh jadi datang ke majlis ini berlumuran maksiyat yang telah dikerjakan. Bimbinglah kami, untuk bertobat ya Allah, sentuh jiwa kami, sadarkan kami bahwa kami akan wafat dan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, Kami mohon ya Rab wafatkan kami dalam keadaan taubat kepadamu, mohon jangan biarkan kami wafat dalam berlumur maksiyat, Ya Allah jika pagi ini sebagai pembuka lembaran baru dalam hidup ini, kami mohon jadikan sisa hidup kami sebagai hidup yang bermanfaat, yang terbaik dengan ridlomu, dan bila pagi ini memang akhir sisa hidup ini jadikan pagi ini yg husnul khatimah, Yaa Allah kuatkan lisan kami dalam wafat kelak untuk mampu mengatakan kalimat tauhid “laa ila ha ilallaah”.. dan kau jawab dgn kalimatmu yang indah, dgn kalimat “Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, wahai jiwa-jiwa yang tenang, irjii ilaa robbiki radiyatan mardhiyyah, fadhulii fii ibaadi wadkhulii jannatii” ayo sini, pulang pada Tuhanmu, aku ridlo padamu, masuklah bersama hamba-hambaKu yang shalih dan masuklah dalam sorgaku! Ya Allah ampuni kami para ayah. Jika sepenuh dosa di rumahtangganya akibat perbuatan kami para ayah/bapa maka ampuni dosa para ayah ya Allah.
Ya Allah mohon bagi kalangan ibu, ampuni mereka jika para ibu yang hadir pada ied ini penyebab sepenuh dosa di rumahtangganya maka ampuni dosanya ya Allah. Ya Allah jadikan pertemuan kami pertemuan yg penuh berkah, magfirah, serta rahmat darimu. Dan bilapun kami berpisah, jadikan perpisahan ini untuk mengencangkan tali
silaturrahim, Satukan shaf kami, jauhkan bangsa ini dari perpecahan, Mohon jaga dan bimbing para ulama dan umaro negeri ini sadarkan mereka bahwa jabatan yanyalah titipan utk meraih sorga mereka ya Rabb Ya Allah ampuni dosa orang tua kami, nenak kakek kami, saudara-saudara kami, jaga dan ampuni, dan muliakan ulama kami, ustad kami, guru-guru kami, kekasihkekasih-Mu yang terus menerus berusaha agar kami dekat dengan-Mu tanpa pamrih,
muliakan ya Allah, selamatkan keluarga dan keturunannya.
”Robbana hablana min azwa jina wa dzurriiyatina qurrota a’yun, waj alna lil muttaqiina imama” Subhaana robbika robbil ‘izzati ‘amma yashifun Wasalaamun ‘alalmursalian walhamulillahirobbil ‘alamin. Taqabbalallahu minna wa minkum,
Wassalamualaikum wr wb.
Leave a Reply